Sejarah Singkat Desa Kaibon
Petangkuran.
Sebelum tahun 1937 desa Kaibon Petangkuran terdiri
dari beberapa dusun, karena banyak terjadi konflik antar warga maka pemerintah
Hindia Belanda menggabunglan (Zaman Blengketan : versi lokal) dusun-Kejayan,
dusun Jurutengah, dusun Selawen. Selongan, Kaibon, Siwaru, Juru Wetan, Juru
Kulon (Tangkur) menjadi desa Petangkutan. Didalam desa Petangkuran timbul
konflik antara dusun Kaibon dengan dusun Tangkur. Konflik ini dipicu oleh
perebutan wilayah kekuasaan dan perempuan sehingga menjadi kebiasaan/adat bahwa
orang Petangkuran (laki-laki) pantang untuk mendapatkan perempuan asal Kaibon,
Dusun Tangkur sebagai pemenang dari konflik dinamakan dusun Kaibon Petangkuran.
Dan Kaibon sebagai pihak yang kalah tetap di beri kekuasaan dan dibolehkan
menggunakan nama Kaibon.
Seiring dengan perkembangan pemberian nama tersebut
diikuti pula oleh penataan pertanahan (kewilayahan) pada zaman Selowedono.
Setelah tahun 1937, rekonsiliasi konflik pun dilakukan dengan mengadakan
perkawinan politik, yakni anak gadis Selowedono dengan anak laki-laki Mbah
Tangkur. Dan dikuti dengan kebijakan menata kewilayahan desa menjadi lima
persil. Persil D1, persil D2, persil D3, persil D4, persil D5. Dan untuk posisi
D5 berada pada posisi sebelah selatan tempat pemakaman pesisir sampai dengan
laut (Jenggereng sampai Banyu Asin) dalam bahasa kerennya adalah wilayah
teritorial desa.
Data Tanah
Tahun
|
Sumber data
|
Status kepemilikan tanah
|
Bukti kepemilikan
|
1950
|
Kantor Pajak Purworejo
|
Masih menjadi milik warga
|
Pethuk
|
1961
|
Kantor Pajak Purworejo
|
Masih menjadi milik warga
|
Serifikat duplikat
|
1982
|
Kantor Pajak Purworejo
|
Ada perubahan kepemilikan yakni
daerah pangonan maenjadi daerah BRO
SENGOJO (untuk penggembalaan
ternak).
|
Tidak ada sertifikat,yang
digunakan adalah SPPT.
|
Data diatas di kutip pada data di kantor PBB
Purworejo, 19 September 2001.